Hari ini saya melaksanakan salat Jumat di Masjid Quba Mamuju, yang terletak indah di bibir Pantai Manakarra. Suara ombak yang mendesir lembut menambah kesyahduan suasana saat jamaah berduyun-duyun menuju masjid. Masjid ini begitu nyaman, suasana yang tenang membuat hati tenteram dan khusyuk dalam menjalankan ibadah. Namun, khutbah hari ini mengajak kita untuk merenung jauh ke dalam diri. Sang khatib membawakan tema yang sangat relevan dengan kehidupan modern saat ini: manusia yang cinta dunia.
Khatib mengingatkan kita tentang bahaya kesenangan duniawi yang berlebihan, yang seringkali membuat manusia lupa akan hakikat hidup sebenarnya. Kecintaan terhadap dunia bisa berubah menjadi kegilaan, yang memalingkan hati dari akhirat. Ini mengingatkan saya pada firman Allah dalam surat At-Takatsur ayat pertama: “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu”.
Ayat ini menjadi cerminan bahwa manusia sering terperangkap dalam perlombaan mengumpulkan harta, jabatan, dan kemewahan, tanpa memikirkan dampak dari segala yang mereka kejar. Keinginan akan dunia, bila tak terkendali, bisa menjerumuskan manusia ke dalam kelalaian.
Dalam khutbah tersebut, sang khatib menekankan bahwa manusia memang diizinkan untuk mencari rezeki di dunia, tetapi jangan sampai terperdaya dan menjadi hamba dunia. Rasulullah SAW pernah bersabda, “Barangsiapa yang (menjadikan) dunia tujuan utamanya maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya dan menjadikan kemiskinan/tidak pernah merasa cukup (selalu ada) di hadapannya, padahal dia tidak akan mendapatkan (harta benda) duniawi melebihi dari apa yang Allah tetapkan baginya. Dan barangsiapa yang (menjadikan) akhirat niat (tujuan utama)nya maka Allah akan menghimpunkan urusannya, menjadikan kekayaan/selalu merasa cukup (ada) dalam hatinya, dan (harta benda) duniawi datang kepadanya dalam keadaan rendah (tidak bernilai di hadapannya).
HR Ibnu Majah (no. 4105
Hadis ini mengajarkan kepada kita bahwa mengejar dunia tanpa batas hanya akan melahirkan rasa tidak pernah cukup. Sebaliknya, ketenangan sejati datang dari kecukupan hati dan rasa syukur atas nikmat yang diberikan Allah.
Salah satu cara terbaik untuk melepaskan diri dari kecintaan yang berlebihan terhadap dunia adalah dengan mengingat kematian. Sang khatib mengingatkan pentingnya merenungi kefanaan hidup ini, bahwa setiap jiwa pasti akan merasakan mati.
“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Hanya pada hari Kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu. Siapa yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh dia memperoleh kemenangan. Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya”.
(QS. Ali Imran: 185).
Mengingat kematian bukanlah sesuatu yang menakutkan, melainkan sebuah sarana untuk kembali menyadari betapa singkatnya kehidupan dunia. Kematian adalah pengingat bahwa segala yang kita kumpulkan di dunia, pada akhirnya tidak akan kita bawa kecuali amal perbuatan.
Mengingat kematian juga membantu kita melepaskan diri dari ikatan dunia yang menggoda. Dalam setiap helaan napas, kita dihadapkan pada pilihan: apakah kita ingin hidup hanya untuk dunia yang sementara, ataukah untuk akhirat yang kekal? Dunia memang memikat dengan segala kesenangan dan kenikmatannya, tetapi akhirat jauh lebih bernilai bagi orang-orang yang beriman. Dalam hadits lainnya, Rasulullah SAW juga berpesan,
“Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan”, yaitu kematian”. (HR. Tirmidzi dan dishahihkan di dalam kitab Shahih Tirmidzi).
Pada akhirnya, kita semua diingatkan bahwa kehidupan di dunia ini hanyalah sementara, sebuah perjalanan singkat menuju kehidupan abadi. Dunia adalah tempat kita bekerja dan beramal, bukan tujuan akhir. Menjadi manusia yang bijak adalah yang mampu menyeimbangkan antara mencari rezeki dunia dengan mempersiapkan bekal akhirat. Jangan sampai kita terjebak dalam jebakan kehidupan materialistis, melainkan jadikan dunia sebagai ladang amal untuk meraih ridha-Nya.
Semoga khutbah yang saya dengarkan hari ini menjadi pengingat bagi kita semua. Agar kita bisa lebih fokus pada hal-hal yang abadi, daripada sekadar mengejar kesenangan dunia yang fana. Kematian adalah sebuah keniscayaan, dan hanya mereka yang bijak dalam memaknai hidup yang akan mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya.