Kamis, 23 Oktober 2025, selepas zuhur di masjid kompleks rumah kami tinggal, saya menyalakan mesin si merah maroon, mobil yang hampir setiap hari menemani perjalanan ke kantor beberapa tahun ini. Kali ini tujuannya Puskesmas Tampapadang, sekitar satu jam perjalanan dari Mamuju. Panas siang terasa menyengat, tapi perjalanan jadi lebih ringan karena ada Bang Zaldy di kursi penumpang, teman seangkatan ASN 14 tahun lalu sekaligus partner gosip di kantor.
Di sela kesibukannya mengikuti pelatihan daring sebagai MOT, ia tetap menyempatkan diri untuk ikut turun ke lapangan. “Sekalian refreshing,” katanya sambil membuka tab Samsung kecil miliknya, masih tersambung ke ruang Zoom pelatihan.
Bangunan dua lantai Puskesmas Tampapadang berdiri megah, agak masuk dipinggiran jalan utama Poros Sulawesi. Cat biru merahnya mencolok di antara deretan rumah penduduk. Ini kali ketiga saya datang dalam dua bulan terakhir. Halamannya luas dan rapi ciri khas Puskesmas Prototype yang dibangun dengan standar nasional.
Kami disambut oleh Ibu Kurnia Lies Tenny, KTU Puskesmas yang energik dan ramah. Sudah tiga bulan terakhir beliau menjadi penghubung cerita kami di Dinas Kesehatan Sulbar dengan tim di lapangan.
“Silakan saja duduk, Pak, nanti setelah lokmin baru kita ngobrol,” katanya sembari menyiapkan kursi tambahan.
Saya dan Bang Zaldy memilih duduk di kursi dengan meja depan ruangan, mencoba tidak mengganggu jalannya pertemuan.
Suasana Lokmin di Tampapadang terasa hidup. Kepala TU Puskesmas memimpin dengan tenang, sementara para penanggung jawab program membuka laptop dan lembaran laporan. Tidak sekadar membaca angka, mereka berdiskusi membandingkan hasil lokmin bulan lalu, menyoroti hambatan, dan merancang langkah baru untuk November.
Dari data yang mereka tampilkan, terlihat bahwa cakupan imunisasi bayi lengkap di Tampapadang masih 22,5 persen, masih agak rendah. Namun ada secercah harapan cakupan CKG (Cek Kesehatan Gratis) mulai menunjukkan peningkatan, meski baru di angka 6,97 persen.
“Masih banyak PR kita di lapangan,” ujar salah satu petugas puskesmas. “Tapi dibanding dua bulan lalu, ada pergerakan.”
Kalimat itu sederhana, tapi sarat makna. Ada semangat baru di ruangan ini. Diskusi tak lagi kaku seperti pertemuan formal, tapi menjadi ruang belajar bersama. Setiap kendala dicatat, setiap ide disambut.
Di sela jeda rapat, saya teringat kembali hasil catatan lokmin bulan lalu. Saat itu, pembahasan masih berputar pada evaluasi kader dan on the job training pengelola indikator program yang dilakukan oleh teman-teman dari dinkes Provinsi dan Dinas Kesehatan kabupaten Mamuju. Kini, arah pembicaraan sudah lebih dalam tentang strategi percepatan cakupan dan pemetaan sekolah sasaran CKG.
Ada perubahan cara berpikir di Puskesmas ini. Mereka mulai memandang data bukan sekadar kewajiban laporan, tapi alat untuk memperbaiki layanan.
Ibu Kurnia Lies menutup rapat dengan kalimat yang sederhana tapi menohok “Kita tidak bisa hanya menunggu dukungan, tapi harus terus bergerak. Karena masyarakat menunggu pelayanan, bukan alasan.”
Menjelang sore, Lokmin usai. Saya dan Bang Zaldy berpamitan, lalu kembali menaiki si merah maroon. Tidak lupa Ibu KTU mendrop nasi kotak ke atas mobil kami yang tidak sempat di eksekusi tadi di atas ruangan pertemuan. Jalanan Kalukku sore itu lengang, matahari mulai turun perlahan di ufuk barat.
Hari ini bukan cuma tentang angka-angka dalam tabel, tapi tentang semangat perubahan kecil di lapangan. Puskesmas Tampapadang menunjukkan bahwa data bisa hidup, jika dikerjakan dengan hati.










