Catatan dari perjalanan Implementasi RME di Rumah Sakit Pratama Salutambung Majene
Jalanan mulai menanjak ketika mobil kami meninggalkan Mamuju sekitar pukul sembilan pagi. Bersama Pak Madhur dari Dinas Kominfo dan Pak Yusran rekan kerja di kantor, kami bertiga menuju sebuah tempat yang tak terlalu jauh di peta, tapi terasa begitu jauh di hati, Rumah Sakit Pratama Salutambung di Majene.
Perjalanan hanya sekitar satu jam, tapi rasanya seperti menembus batas waktu. Ketika tulisan besar “Rumah Sakit Pratama Majene” muncul di depan mata, di atas gerbang yang sederhana, hati saya seperti disentuh rasa haru. Di kanan kiri, rerumputan tumbuh liar, semak-semak seolah ingin menelan bangunan hijau muda yang berdiri tenang tak jauh dari jalan Trans Sulawesi.
Rumah sakit ini dibangun pada 2020 dan baru diresmikan di akhir 2023. Dari luar, ia tampak kokoh namun juga letih. Dinding hijau yang mulai kusam, plafon yang retak, dan bekas bocoran air di beberapa titik, semua menjadi saksi bisu gempa beberapa tahun silam yang mengguncang Majene. Tapi di balik itu, ada denyut kehidupan yang tetap berusaha berdiri tegak.
Saya datang hari ini bukan sekadar untuk memeriksa atau memantau. Kami datang untuk menghidupkan sesuatu yang baru, implementasi Rekam Medis Elektronik, sebuah langkah kecil tapi penting dalam perjalanan panjang transformasi digital kesehatan, sesuai Permenkes No. 24 Tahun 2022.
Di ruang administrasi, wajah-wajah muda menyambut kami. Ada semangat yang tidak bisa disembunyikan antara gugup, antusias, dan rasa ingin tahu yang besar. Mereka ingin belajar, ingin berubah, ingin menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar dari diri mereka sendiri.
Kami bersama tim Kominfo kemudian bergerak ke Puskesmas Salutambung, yang berdiri tak jauh dari rumah sakit. Di sana, kabel fiber optic sudah terpasang berkat fasilitas Starlink dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat beberapa bulan lalu. Dari sinilah kami merencanakan untuk menarik koneksi, mengalirkan “nadi digital” menuju rumah sakit yang seolah menghubungkan dua nadi satu dari bumi, satu dari langit.
Sore itu, anak-anak muda rumah sakit sibuk naik ke plafon, menarik kabel LAN dari satu ruangan ke ruangan lain. Saya melihat mereka bekerja tanpa banyak bicara, tapi dengan kesungguhan yang jarang saya temui. Ada semangat yang tidak bisa dibeli oleh proyek besar manapun semangat untuk berbuat, bukan sekadar hadir.
Saya membatin, perubahan besar di dunia ini seringkali dimulai dari hal-hal kecil seperti ini dari kabel yang ditarik pelan-pelan di plafon rumah sakit kecil di Salutambung. Dari tangan-tangan muda yang mungkin tak dikenal siapa pun, tapi sedang menyalakan masa depan kesehatan daerah mereka.
Rumah sakit ini masih jauh dari sempurna. Beberapa plafon masih rusak, semak belukar di jalan depan masih tumbuh liar, dan tumpukan sampah ringan sisa plafon yang jatuh masih berserakan. Tapi di balik itu semua, saya melihat sesuatu yang jauh lebih berharga yaitu harapan.
Harapan bahwa rumah sakit ini tak hanya akan menjadi tempat orang datang untuk sembuh, tapi juga tempat semangat muda tumbuh. Tempat kerja keras kecil hari ini menjadi fondasi bagi pelayanan kesehatan yang lebih manusiawi di masa depan.
Salutambung sore ini terasa teduh ditambah guyuran air hujan dari langit. Langit Majene seperti mengirimkan pesan diam bahwa perubahan tidak selalu datang dari gedung megah atau teknologi canggih, tapi dari hati-hati yang tulus bekerja dalam senyap.
Dan di antara kabel yang kami bentangkan hari itu, mungkin tersambung pula sesuatu yang tak terlihat yaitu jaringan harapan manusia.








