Delapan jam perjalanan darat dari Mamuju bukan sekadar angka. Di dalam mobil Zafa Trans berwarna merah maroon dengan kursi yang menyimpan banyak cerita penumpang, saya memulai langkah kecil dari sudut barat Pulau Sulawesi. Tujuannya bukan sekadar Jakarta, melainkan kampus yang sarat makna: Universitas Indonesia Maju (UIMA), tempat ilmu dan idealisme bersilangan.
Tiba di Jakarta, Pelita Air mengantar saya mendarat dengan penuh harap. Saya menginap di Hotel Kartika Onez, sebuah penginapan sederhana namun strategis di perbatasan Depok-Jakarta. Dari jendela hotel, lalu lintas Jakarta menjadi latar atas renungan perjalanan yang saya tempuh dan memberikan semangat kepada diri kami pribdadi bahwa ilmu butuh dijemput, walau jauh.
Di UIMA, saya mengikuti Scientific Meeting yang digelar rutin setiap enam bulan. Aula Gedung JC menjadi saksi diskusi tajam, paparan ilmiah, dan strategi pembangunan kesehatan yang digodok dengan penuh semangat. Seminar bertema “Menyongsong Indonesia Terang: Merajut Harapan dan Strategi Inovatif di Era Tantangan Pembangunan Kesehatan” bukan hanya tajuk acara, tapi panggilan moral bagi para insan akademik dan praktisi kesehatan.
Di tengah zaman yang menuntut inovasi dan ketahanan, pendidikan menjadi satu pintu paling masuk akal menuju keberhasilan. Bagi saya, kuliah di UIMA bukan hanya tentang gelar, tapi tentang tekad, bahwa anak desa dari tanah Mandar pun bisa hadir dalam arus pemikiran nasional, membawa suara dari pinggiran, dan menjadi bagian dari perubahan.
Sebab ilmu bukan untuk disimpan, tapi untuk diperjuangkan.