Hari ini, Rabu 03 Juli 2025 saya melakukan kunjungan ke Puskesmas Beru-Beru, salah satu Puskesmas di Kabupaten Mamuju yang terletak di wilayah Kecamatan Kalukku. Puskesmas ini adalah satu dari empat Puskesmas yang berada di Kecamatan Kalukku, dan termasuk dalam jajaran 23 Puskesmas yang ada di Kabupaten Mamuju.
Langit Mamuju nampak cerah dengan langit birunya ketika kami tiba di Puskesmas Beru-Beru. Gedung tua bercat kusam berdiri di hadapan kami, dengan beberapa tiang-tiang dan tembok yang sepertinya mulai lelah dimakan usia.
Bangunan itu mungkin tak menggambarkan semangat zaman, tapi di balik tampilan yang memudar itu, Puskesmas Beru-Beru menyimpan denyut kehidupan. Di halaman samping, dua gazebo sederhana berdiri teduh. Di salah satunya, seorang ibu terlihat mengayun anaknya yang tertidur di buaian kain. Ia berbincang pelan dengan anggota keluarganya dan seorang petugas Puskesmas yang ikut larut dalam percakapan.
Gazebo itu bukan sekadar tempat berteduh. Ia menjadi ruang transisi antara kekhawatiran dan harapan, antara sakit dan kesembuhan. Di sanalah masyarakat menunggu giliran, berbagi cerita, atau sekadar melepas lelah. Di sana pula, pelayanan publik bertemu wajah kemanusiaan.
Kunjungan kami kali ini bukan sekadar melihat fasilitas. Saya bersama Pak Bakri dari Dinas Kesehatan Mamuju datang untuk melakukan pendampingan implementasi Rekam Medis Elektronik (RME). Sebuah langkah penting dalam transformasi layanan kesehatan berbasis digital.
Namun, realita di lapangan berbicara lain. Dari data yang kami tinjau, pengiriman data rekam medis ke platform nasional SATUSEHAT masih nol. Puskesmas ini masih tertinggal dalam hal implementasi dibandingkan dengan rekan-rekannya di Mamuju. Tapi bukan berarti tanpa harapan.
Kepala Puskesmas dan jajaran tenaga kesehatannya menunjukkan semangat belajar dan terbuka terhadap perubahan. Internet yang stabil dan perangkat komputer yang telah tersedia di ruang rawat jalan menjadi modal awal. Kendala memang masih ada seperti laboratorium belum memiliki perangkat, dan kekurangan tenaga medis masih menjadi tantangan, terutama kekurangan dokter jika mengacu standar 1 dokter untuk 5.000 penduduk dari BPJS Kesehatan.
Meski begitu, Puskesmas ini telah memanfaatkan SIMKES Khanza, aplikasi rekam medis gratis dan open source yang dikembangkan Yayasan SIMRS Khanza Indonesia. Bagi fasilitas kesehatan yang terbatas dana, inilah solusi yang memungkinkan mereka ikut serta dalam sistem digital nasional.
Kami menutup kunjungan sore itu dengan makan siang sederhana di sebuah warung di tengah sawah, masih dalam wilayah kerja Puskesmas. Ikan bakar dan ikan masak kuah asam jadi santapan hangat yang menutup hari. Di sela aroma sambal dan angin sawah yang sejuk, perbincangan kami kembali pada satu hal yaitu cita dan harapan akan pelayanan kesehatan yang lebih manusiawi dan modern di Puskesmas Beru-Beru.
Puskesmas Beru-Beru mungkin belum sempurna. Tapi dari gazebo, dari canda anak-anak, dan dari semangat para nakes yang setia di balik gedung reot itu, saya percaya bahwasanya transformasi sedang berjalan, pelan-pelan, tapi pasti.