Rasa tak percaya menyelimuti hati. Bagaimana mungkin? Rasanya baru kemarin kami bercanda, berbagi cerita, dan menikmati kebersamaan yang hangat. Kini, sosok yang selalu saya panggil Pua’ itu telah tiada. Saya, sebagai satu-satunya anak lelaki dari tujuh bersaudara, merasakan kehilangan yang begitu besar.
Kehilangan ini membuat kenangan-kenangan bersama Pua’ berputar kembali di kepala, seperti film yang diputar ulang tanpa henti. Saya ingat bagaimana Pua’ selalu menjadi pusat keceriaan di keluarga kami. Dia adalah lelaki yang tidak pernah kehilangan semangat jenaka, meski hidup sering kali memberinya tantangan yang berat.
Ketika saya masih kecil, Pua’ adalah sosok yang tak pernah lelah mengajari saya banyak hal. Ia mengajari saya cara mengembala sapi dan berteman dengan sapi. Ia juga yang senantiasa mengajari saya untuk mengejar impian dan cita – cita, memberi motivasi untuk bisa lebih sukses dalam segi pendidikan di bandingkan beliau. Bapak saya tidak lulus sekolah Dasar. Namun Ia tak pernah mengeluh terkait ini..
Sebagai anak lelaki satu-satunya, Pua’ sering mengajak saya berbicara dari hati ke hati. Kami berbicara tentang banyak hal tentang keluarga, pekerjaan, hingga mimpi-mimpi yang ingin saya capai. Dia bukan hanya seorang ayah, tetapi juga sahabat cerita yang selalu mendengarkan dengan penuh perhatian, walaupun saya lebih banyak jadi pendengar beliau saat ngobrol panjang layaknya aliran sungai Mandar yang mengalir dari pegunungan Ulumanda sampai ke Tinambung.
Saya masih ingat tawa khasnya yang renyah. Tawa itu, bagi kami sekeluarga, adalah penghiburan di tengah segala masalah. Bahkan di saat-saat sulit, Pua’ selalu bisa menemukan alasan untuk tertawa dan membuat kami ikut tersenyum
-.
Kini, setelah kepergiannya, keluarga terasa sunyi. Seakan-akan suara yang biasa memenuhi ruang hati kami telah menghilang bersama dengan kepergian Pua’. Kehilangan ini tidak hanya meluluhlantakkan hati saya, tetapi juga hati Kindo’ dan keenam saudara perempuan saya.
Sebagai anak lelaki satu-satunya, saya merasa kehilangan ini begitu berat. Pua’ adalah sosok yang selama ini menjadi pelindung, panutan, sekaligus pengayom kami. Dia adalah tempat kami bersandar, tempat kami mencari jawaban atas segala kebingungan, dan tempat kami merasakan cinta yang tulus tanpa syarat.
Setelah kepergiannya, saya merasa ada kekosongan yang begitu besar di dalam hati. Sebagai seorang anak, saya tidak hanya kehilangan seorang ayah, tetapi juga kehilangan seorang teman sejati. Seorang sahabat yang selalu ada, bahkan di saat-saat saya merasa terpuruk.
Kepergian Pua’ membuat saya merenungkan banyak hal. Ia adalah sosok yang mengajarkan bahwa hidup harus dijalani dengan keikhlasan, meskipun kadang terasa berat. Saya ingat bagaimana ia sering berkata, “Hidup ini memang tidak mudah, tapi kalau kamu punya hati yang lapang, kamu akan selalu menemukan kebahagiaan.”
Pelajaran itu kini terasa semakin bermakna setelah kepergiannya. Saya mulai memahami bahwa kebahagiaan tidak terletak pada apa yang kita miliki, tetapi pada bagaimana kita menerima segala sesuatu dengan ikhlas.
Pua’ juga mengajarkan saya tentang pentingnya menjaga hubungan keluarga di antara kami bersaudar. Dia adalah perekat di antara kami tujuh bersaudara. Meski kami berbeda-beda, Pua’ selalu memastikan bahwa kami saling mendukung dan mencintai satu sama lain. Kini, setelah ia tiada, saya merasa memiliki tanggung jawab besar untuk meneruskan warisannya, menjaga keharmonisan keluarga kami.
Dalam setiap doa yang saya panjatkan, saya memohon kepada Allah agar memberikan tempat terbaik untuk Pua’. Semoga segala amal ibadahnya diterima, segala dosa-dosanya diampuni, dan kuburnya dilapangkan.
Saya percaya, Pua’ adalah sosok yang tidak hanya dicintai oleh keluarga, tetapi juga oleh orang-orang di sekitarnya. Semasa hidup, ia adalah pribadi yang rendah hati dan selalu membantu mereka yang membutuhkan. Saya yakin, kebaikan-kebaikannya akan menjadi cahaya yang menerangi perjalanannya di alam barzakh.
Kepergian Pua’ juga mengingatkan saya tentang betapa fana dan singkatnya hidup ini. Kita sering kali lupa bahwa waktu yang kita miliki bersama orang-orang tercinta tidaklah abadi. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk selalu menghargai setiap momen dan menunjukkan kasih sayang kita selagi masih ada kesempatan.
Menata Hidup Tanpa Pua’
Hidup tanpa Pua’ adalah tantangan baru bagi kami sekeluarga. Tidak ada lagi cara bicara khas menghidupkan suasana. Tidak ada lagi nasihat bijaknya yang menjadi pegangan dalam menghadapi masalah. Namun, saya tahu, meski secara fisik ia telah tiada, semangatnya akan selalu hidup dalam diri kami.
Saya bertekad untuk menjaga nilai-nilai yang telah ia tanamkan. Sebagai anak lelakinya, saya ingin meneruskan jejaknya sebagai seorang yang rendah hati, pekerja keras, dan penuh kasih. Saya juga ingin menjadi pelindung bagi ibu dan saudara-saudara perempuan saya, seperti yang selama ini ia lakukan.
Kepergian Pua’ adalah kehilangan yang besar, tetapi juga pengingat bahwa hidup harus terus berjalan. Kami mungkin tidak akan pernah benar-benar melupakan rasa kehilangan ini, tetapi kami bisa belajar untuk hidup berdampingan dengannya.
Kematian adalah bagian dari kehidupan yang tidak bisa dihindari. Kepergian Pua’ mengajarkan saya untuk lebih menghargai kehidupan ini. Setiap hari adalah kesempatan untuk mencintai, berbagi, dan memberikan yang terbaik bagi orang-orang tercinta.
Saya juga belajar bahwa kematian bukanlah akhir dari segalanya. Bagi mereka yang pergi, itu adalah awal dari perjalanan menuju kehidupan yang kekal. Dan bagi kami yang ditinggalkan, itu adalah kesempatan untuk mendoakan dan mengenang kebaikan mereka.
Pua’, meski kini kau telah tiada, cinta kami untukmu akan selalu hidup. Kenangan-kenangan indah yang kau tinggalkan akan menjadi penghibur di tengah rasa kehilangan ini.
Semoga Allah memberimu tempat terbaik di sisi-Nya. Semoga kuburmu dilapangkan dan diterangi dengan cahaya rahmat-Nya. Terima kasih atas segala cinta, tawa, dan pelajaran yang kau berikan kepada kami.
Kami akan merindukanmu, Pua’. Tetapi kami percaya, kau kini berada di tempat yang jauh lebih baik.
“Selamat jalan, Pua’. Sampai bertemu lagi di surga nanti.”
Insya Allah..
—
Mamuju, 27 November 2024