Langit Mamuju belum sepenuhnya cerah ketika satu per satu peserta pelatihan memasuki ruang pertemuan di Hotel Matos. Namun semangat untuk memperkuat sistem ketahanan kesehatan di Sulawesi Barat terasa terang dan menguat. Dalam tiga hari ke depan, mereka para tenaga kesehatan, lintas sektor, hingga fasilitator internasional akan bergulat dengan satu pertanyaan penting: Seberapa siap kita menghadapi krisis kesehatan berikutnya?
Provinsi Sulawesi Barat, yang secara geografis berada di zona rawan bencana, mencatat skor tinggi dalam Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI) tahun 2024. Lima dari enam kabupatennya berada dalam kategori risiko tinggi, dari Pasangkayu di utara hingga Mamuju di pusat. Hanya Mamasa yang sedikit bernafas lega dengan penurunan skor risiko. (Sumber: IRBI – BNPB)
Tak ingin hanya menunggu bencana berikutnya datang, Pusat Krisis Kementerian Kesehatan RI dan organisasi kemanusiaan internasional Médecins Sans Frontières (MSF) atau Dokter Lintas Batas untuk menyelenggarakan Pelatihan Krisis Kesehatan Batch 1 yang dilaksanakan di Provinsi Sulawesi Barat.
Sosok Joseph Azeem, Head of Mission MSF Indonesia, hadir langsung dalam kegiatan ini. Dalam paparannya, Azeem menegaskan bahwa pelatihan ini merupakan bagian dari inisiatif global E-Hub (Emergency Preparedness and Response Hub), yang telah diluncurkan sejak 2023. Setelah sukses digelar di Banten dan Aceh pada 2024, kini giliran Ambon, Aceh, dan Sulawesi Barat di tahun 2025.
“Solidaritas dan kapasitas lokal adalah kunci dalam menjawab krisis kemanusiaan,” ujar Azeem dalam sesi pembukaan. “E-Hub bukan sekadar pelatihan, tapi investasi untuk masa depan ketahanan sistem kesehatan Indonesia.”
Kegiatan ini bukan sekadar formalitas pelatihan teknis. Bagi sebagian peserta, ini juga momentum personal. Di sela kegiatan, saya berkesempatan bertemu kembali dengan Albet Nomeri dari Pusat Krisis Kesehatan, sosok yang juga terlibat aktif dalam penanganan Gempa Mamuju 2021 silam. Sebuah perjumpaan yang mengingatkan, bahwa pengalaman adalah guru paling keras dalam kesiapsiagaan bencana.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, Asran Masdy dalam sambutannya menekankan pentingnya koordinasi lintas sektor yang solid dan tim yang profesional. “Penanggulangan bencana adalah kerja kolektif. Diperlukan sinergi antara masyarakat, pemerintah, swasta dan lembaga non-pemerintah,” ucapnya tegas.
Lebih dari 100 peserta dari berbagai level wilayah dan institusi mengikuti pelatihan ini. Targetnya jelas yaitu membentuk tim krisis yang responsif dan membangun tenaga cadangan kesehatan yang teregistrasi, terlatih, dan siap bergerak kapan pun dibutuhkan.
Dengan dukungan penuh dari Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes RI, pelatihan ini tak hanya memperkuat fondasi teknis, tetapi juga memperkuat jaringan—jaringan manusia, gagasan, dan solidaritas yang akan menentukan wajah tanggap darurat kesehatan di Lita’ Malaqbi Sulawesi Barat ke depan.
Dan Sulawesi Barat, dengan segala kerentanannya, kini tengah menyusun kekuatan itu. Perlahan, tapi pasti.