Ballroom Andi Depu, Kantor Gubernur Provinsi Sulawesi Barat menjadi saksi komitmen bersama para pemangku kepentingan dari tingkat provinsi hingga kabupaten dalam menanggulangi dua persoalan mendasar yang saling terkait: kemiskinan dan stunting. Lokakarya Evaluasi dan Persiapan Implementasi PASTIPADU (Program Akselerasi Strategis Terintegrasi Penanggulangan Kemiskinan Terpadu) digelar sebagai ruang konsolidasi dan refleksi atas capaian, tantangan, dan arah strategi ke depan.
Acara dibuka secara khidmat dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, dilanjutkan dengan laporan dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat sebagai panitia pelaksana, dan puncaknya adalah sambutan mendalam dari Gubernur Provinsi Sulawesi Barat.
Dalam pidatonya yang lugas, Gubernur menyinggung realita pahit kemiskinan bukan sekadar angka, tapi nestapa yang berdampak lintas generasi.
“Kemiskinan dalam Islam punya dua wajah,” ujar beliau.
“Yang pertama, kemiskinan yang bisa menggoyahkan iman. Yang kedua, kemiskinan yang disikapi dengan sabar dan justru bisa menjadi jalan menuju surga.”
Namun, ia mengingatkan bahwa tidak semua orang kuat menanggung kemiskinan. Dan dalam konteks pemerintahan, kemiskinan bukan sekadar dilema moral—tapi tanggung jawab kolektif.
“Daerah yang tak berhasil menurunkan angka kemiskinan, maka kepala daerah dan seluruh pimpinan OPD-nya harus bersiap mempertanggungjawabkan di dunia maupun akhirat.”
Sentilan demi sentilan dilontarkan Gubernur. Dari himbauan kecil—seperti meminta peserta mematikan ponsel saat sambutan berlangsung—hingga teguran keras terhadap mereka yang menyalahgunakan anggaran.
“Kalau korupsi anggaran biasa, dihukum 4 tahun. Tapi kalau korupsi anggaran kemiskinan dan stunting, hukumannya dua kali lipat. Belum lagi di akhirat.”
Nada pidato yang tegas kadang diselingi canda. Seperti ketika ia bertanya,
“Siapa yang pendek di sini?”
Sontak peserta tertawa. Tapi pesan di balik gurauan itu jelas: stunting bukan hal sepele.
Komitmen, Kolaborasi, dan Keberanian
Program PASTIPADU bukan sekadar program administratif. Ia adalah simbol keberanian untuk memutus lingkaran setan kemiskinan, kebodohan, dan kekurangan gizi.
Gubernur juga menekankan pentingnya output dan value yang jelas dalam setiap program.
“Kita alokasikan anggaran kemiskinan, maka pastikan dampaknya terlihat. Jangan abu-abu.”
Tak ketinggalan, ia menyoroti pentingnya kolaborasi lintas sektor. Baznas, misalnya, diminta untuk fokus pada intervensi langsung terhadap kemiskinan, bukan pembangunan fisik.
“Baznas ndak usah bangun mesjid dulu. Fokus saja bantu orang miskin.”
Begitu juga dengan organisasi perempuan seperti PKK dan DWP, yang diminta ikut bertanggung jawab melahirkan generasi cerdas, bukan generasi yang lahir dari ketidaksiapan ekonomi dan gizi buruk.
Dalam penutupan sambutannya, Gubernur memberikan sebuah pernyataan menggugah:
“Kalau tahun ini kita bisa turunkan kemiskinan 1%, tahun depan saya akan bertengkar dengan Tuhan agar kalian bisa masuk surga lebih dulu. Saya akan bela kalian.”
Sebuah pernyataan yang sarat makna. Menandakan bahwa perjuangan melawan kemiskinan bukan sekadar urusan dunia, tapi bagian dari tanggung jawab moral dan spiritual.
Sulawesi Barat sedang menapaki jalan perjuangan menuju kesejahteraan yang adil dan merata. Melalui PASTIPADU, semoga langkah kecil hari ini menjadi pijakan besar bagi masa depan yang lebih baik.
“Jangan pernah coba-coba korupsi anggaran kemiskinan dan stunting. Itu bukan sekadar pelanggaran hukum, tapi pengkhianatan terhadap masa depan bangsa.”
Sumber Foto : Facebook Pemprov Sulbar