Ketika hujan turun di Mamuju, dan perut mulai bernyanyi pelan, satu nama yang mungkin melintas di kepala anak muda Mamuju adalah Indosmie.
Bukan sekadar mi instan biasa, Indosmie di Wisma 45 adalah tempat bercerita, bersantai, sekaligus menyelamatkan kantong dari ancaman akhir bulan.
Terletak di Jalan Emmy Saelan No. 8, tepat di belakang Pasar Lama Mamuju, tempat ini bukan restoran besar atau kafe kekinian ber-AC. Ini adalah pekarangan rumah yang disulap menjadi ruang makan dan nongkrong yang sederhana, tapi penuh kehangatan. Tak heran, ketika hujan turun deras, aroma mie rebus dan Milo hangat jadi penghibur yang paling masuk akal.
Ada 10 meja dan 30 kursi cukup untuk menampung satu kelas mahasiswa lapar atau komunitas kecil yang butuh tempat diskusi tak resmi. Menunya? Tak perlu dompet tebal. Dari Indomie goreng yang nikmat di setiap gigitan nostalgia, hingga Coto Makassar yang penuh rempah dan rasa rumah. Sate Taichan yang pedasnya bisa bikin cerita makin seru, sampai Ayam Lalapan seharga Rp 20 ribu menjadi menu termahal di sana. Tapi mahal pun masih bisa ditebus dengan recehan dari dompet yang nyaris kosong.
Minumannya pun seperti teman-teman masa kecil. Kita akan menemukan Milo, teh tarik, Taro, Nutrisari, hingga teh Pucuk dan air mineral. Tak ada espresso, tak ada mocktail, tapi siapa peduli saat yang dibutuhkan cuma segelas hangat untuk menemani tawa?
Indosmie bukan hanya soal makanan. Ia adalah tempat pelarian dari rutinitas. Tempat menyusun rencana hidup sambil mengaduk kuah mi. Tempat rehat dari bisingnya kota sambil mengobrol soal cinta yang belum selesai. Dan tentu saja, tempat terbaik saat hujan turun, dan kamu butuh sesuatu yang lebih dari sekadar makanan—kamu butuh suasana.
Di Indosmie Wisma 45, kamu tidak hanya mengisi perut, tapi juga hati.