Di Mamasa, harapan akan layanan kesehatan yang layak tak pernah benar-benar padam. Di tengah sunyi pegunungan dan dinginnya pagi-pagi yang berembun, warganya terus berharap satu hal, sebuah rumah sakit yang benar-benar mampu melayani.
“Pelayanan kesehatan sangat kami butuhkan di Mamasa. Hampir tiap hari, kami rujuk pasien ke luar,” ungkap Bupati Mamasa, Bapak Wellem Sambolangi dalam pertemuan bersama perwakilan Kementerian Kesehatan RI via daring yang dilaksanakan Rabu Siang hari ini, 25 Juni 2025. Saya pun ikut menyimak dalam diam pertemuan ini.
Pernyataan itu bukan keluhan, melainkan cermin realitas panjang daerah ini, hidup dalam keterbatasan akses layanan rujukan.
Di ruang yang sama, hadir Andi Lukman dari Direktorat Fasilitas Pelayanan Kesehatan Rujukan Kemenkes RI. Kehadirannya walaupun secara daring tapi terasa seperti kunjungan kerja nyata.
Bupati Mamasa secara lisan memberikan Undangan resmi dari Pemerintah Kabupaten Mamasa untuk membuka jalan menuju terbangunnya Rumah Sakit Impian di Tanah Kondosapata’, wai Sapalelean. Dan kali ini, bukan hanya rencana yang dibawa, tapi juga kepastian.
Adapun Direktur Fasilitas PKR Ghotama Airlangga menegaskan bahwa pada 1-2 bulan ke depan , proses pembangunan RSUD Kondosapata Mamasa sudah bisa mulai berjalan.
Dalam sesi rapat yang singkat namun bermakna, Informasu bahwa lokasi pembangunan telah disiapkan di lokasi saat ini di Desa Balla, dan bangunan lama yang dibangun sekitar tahun 2012 akan dibongkar, tentu dengan komitmen bahwa pelayanan kesehatan tidak akan terganggu selama proses berlangsung.
Tentu, proses ini tidak serta-merta terjadi tanpa ketegasan administratif. Pemerintah Kabupaten Mamasa meminta agar surat dari Kemenkes segera dikirimkan sebagai dasar hukum untuk memulai pembongkaran. Tanpa itu, langkah teknis tak akan bisa dijalankan secara lancar jaya.
Kini, Mamasa menunggu. Bukan dalam diam, tapi dalam gerak mempersiapkan kesiapan lokasi, memastikan pelayanan tetap berjalan, dan menjaga semangat warganya tetap menyala.
Rumah sakit bukan sekadar bangunan. Ia adalah simbol harapan, tempat hidup dan mati dipertaruhkan, dan tempat di mana negara menunjukkan keberpihakannya. Sudah terlalu lama Mamasa menanti bangunan yang representatif. Sudah terlalu lama tenaga kesehatan bekerja dengan keterbatasan.
Tahun ini, semoga bukan lagi tentang “kapan akan dibangun”, tapi “akhirnya dibangun juga.” Mamasa menuju Mamase. Dari yang menunggu, menjadi yang diperjuangkan.